Sabtu, 20 November 2010

Tugas Mata Kuliah ISBD


MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
KEHIDUPAN ANAK JALANAN DI PERKOTAAN

Anak jalanan, sering kita dengar dalam kehidupan yang sangat menyedihkan ini. Kehidupan anak jalanan biasanya paling identik dengan jalanan. Tetapi, sekarang ini di jalan-jalan raya, terminal, stasiun, bahkan tempat-tempat wisata, tempat-tempat ibadah selalu kita lihat mereka disana. Mereka mengamen, meminta-minta, bahkan mencopet dompet-dompet orang yang bukan hak milik mereka. Yang seharusnya mereka belajar di sekolah-sekolah untuk masa depan yang lebih baik. Seharusnya mereka bermain-main di rumah bersama anak-anak sebayanya, bukan bekerja di jalan untuk menghidupkan keluarga. Itu bukan keinginan mereka untuk menjadi seperti itu. Mereka masih terlalu kecil. Mereka belum mengerti. Tak pernah terpikirkan oleh mereka harus mencari uang hanya untuk mencari sesuap nasi. Mereka hanya tidak ingin melihat kedua orang tuanya banting tulang setengah mati untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Mereka hanya ingin membantu walau hanya sedikit saja. Mereka hanya tidak ingin menjadi beban orang tuanya yang sudah banyak beban. Yang mereka tahu adalah mereka sayang orang tua mereka dan mereka ingin membantu.
Ada juga yang menjadi seperti itu karena paksaan orang tua atau orang-orang jahat yang memanfaatkan kelemahan anak-anak kecil. Mereka dipaksa bekerja di jalan-jalan, lalu hasil nya diserahkan kepada orang-orang jahat itu. Awalnya mereka diculik dari keluarga yang mereka cintai, dipaksa untuk bekerja. Jika tidak mau, mereka tidak diberikan makan, dihukum, dipukul, dianiaya. Anak-anak itu tidak berdaya, mereka tidak mampu melawan orang-orang jahat itu.
Tetapi, tak semua anak jalanan itu tidak mampu. Ada juga yang orang tua nya termasuk orang-orang berduit. Mereka bukannya kurang kerjaan atau berniat membohongi para dermawan-dermawan. Tetapi mereka bosan di rumah, selalu merasa kesepian karena ditinggal orang tua yang sibuk dari pagi, siang dan malam hanya untuk pekerjaan dan mencari harta. Mereka tidak perlu harta, yang anak-anak itu perlukan adalah kasih sayang dan perhatian dari orang tuanyabukan harta yang melimpah. Mereka menjadi anak jalanan, karena lebih baik dijalanan yang banyak teman daripada dirumah yang sepi seperti tidak ada penghuni hanya ada seorang pembantu. Mereka lebih senang menjadi anak jalanan, lebih bebas tanpa ada banyak aturan dari orangtua yang tidak memberikan contoh sedikitpun. Orangtua yang mereka sayang tetapi juga yang mereka benci.
Anak-anak jalanan juga banyak yang sekolah, sepulang sekolah baru mereka mencari uang. Lebih sering nya sih mereka mencari uang daripada mencari ilmu. Sekarang ilmu terlalu mahal buat anak-anak itu,, Untuk makan saja mereka tidak punya uang, apalagi untuk membayar uang sekolah yang tahun demi tahun bertambah mahal. Padahal Pemerintah menjanjikan Sekolah Gratis. Tetapi, kenyataan nya tidak ada.  

2.2 Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Anak jalanan dapat pula dikatakan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya.  Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Ada beberapa pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan children of the street. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau sering disebut juga children from families of the street.

Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Sedangkan Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Yang ketiga, adalah Children in the street atau children from the families of the street. Mereka adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

2.3 Asal Mula Adanya Kehidupan di Jalanan pada daerah Perkotaan
Terlihat bahwa kehidupan kelurga sedang mengalami masa transisi dari kehidupan keluarga besar menjadi keluarga inti, dari budaya tradisional pedesaan menjadi budaya modern perkotaan. Karena itu, kehidupan mereka ini sangat rentan terhadap setiap kondisi, perubahan dan pengaruh lingkungan yang terjadi. Selain itu, pendapat mereka kurang dapat menopang secara keseluruhan kebutuhan keluarga. Tentu faktor ini juga menjadi faktor penyebab percepatan perubahan dalam kehidupan keluarga tersebut. Hingga suatu saat mereka akan melakukan apa saja untuk menghidupi keluarga karena tuntutan kebutuhan dan perubahan pun akan terjadi.
Perubahan yang terjadi pun akan berakibat sangat fatal. Yang pada awalnya orang tua lah yang berkewajiban menjadi penopang hidup, lama kelamaan karena adanya tekanan baik dari dalam keluarga, seperti meningkatnya pengeluaran sedangkan pemasukan menipis, dan tekanan dari luar yang mulai menunjukan cara-cara baru yang dapat mereka lakukan guna mengatasi semua masalah yang terjadi pada kehidupannya yang sekarang, keputusan pun diambil. Tanggung jawab pun beralih. Anak-anak yang seharusnya menuntut ilmu di sekolah, harus ikut membanting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena keterbatasan keahlian yang mereka miliki, maka hanya jalanan lah yang dapat menerima.

2.4 Hubungan antara Anak Jalanan dengan Kehidupan di Perkotaan
Untuk menemukan anak jalanan tidak sesulit seperti mencari jarum jatuh. Anak-anak jalanan akan mudah ditemui di setiap persimpangan lampu merah di terminal, di sela-sela pertokoan, diperkantoran, bahkan restoran kerap kali anak-anak penyemir sepatu menghampiri, atau di tempat tukang pangkas sekalipun anak jalanan muncul.
Berbagai penelitian telah banyak mengekspose latar belakang munculnya anak jalanan di kota besar. Jika dilontarkan satu pertanyaan, “apakah ada hubungan antara perkembangan perkotaan dengan anak jalanan?” otomatis jawaban mengatakan bahwa ada hubungan antara perkembangan perkotaan dengan anak jalanan. Argumentasinya adalah secara langsung dapat dilihat, dimana ada pusat keramaian ekonomi sudah dipastikan disitu akan ditemui anak-anak. Karena perkembangan perkotaan identik dengan pembangunan pusat-pusat perekonomian.
Dan mengapa anak-anak turun ke jalanan dan bagaimana hubungan dengan perkembangan perkotaan. Jika dipertanyakan kepada perencana pembangunan kota (pemerintah), maka jawabnya adalah dalam perencanaan pembangunan untuk memunculkan sejumlah permasalahan sosial jalanan. Tetapi ilmuwan sosial, pemerhati masalah sosial, LSM, akan berkata lain bahwa permasalahan sosial merupakan implikasi dari pembangunan perkotaan.
Pendapat lain mengatakan sebagai akibat kota yang merupakan pusat-pusat aktivitas kehidupan melahirkan banyak friksi (pergeseran-pergeseran) seperti individualistis, egoistis, konsumtif, kesenjangan sosial, seregasi dan lain-lain. Friksi yang muncul tersebut melahirkan permasalahan. Keluarga yang tidak mampu harus menyingkir dari kota, atau tinggal di kantong-kantong pemukiman kumuh dan ilegal. Secara ekonomi keadaan ekonomi keluarga tersebut sangat sulit. Akibtanya seluruh anggota keluarga harus bekerja. Demikian halnya dengan anak-anak mereka, turun ke jalanan untuk membantu meringankan ekonomi keluarga. Dari sisi lain, pedesaan yang kalah bertarung dan kian makin mengundang urbanisasi tidak saja pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Dan kemungkinan penyebab ini bisa dibenarkan jika kita amati latar belakang geografis anak-anak jalanan yang umumnya datang dari daerah pedesaan yang miskin.
Sebagian anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Bayak di antara mereka yang di paksa untuk mencari uang, mengisi kekurangan ekonomi. Seringkali bukan penghargaan atau kasih sayang yang mereka peroleh ketika kembali dari “ladang” melainkan tinju dan tendangan dari pihak orang tua, apalagi jika mereka kembali ke rumah tanpa pendapatan. Banyak pula diantara anak-anak jalanan berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Mereka memang tidak bekerja, tetapi menjadi sasaran kekerasan dari orang dewasa. Kondisi di keluarga mendorong anak-anak untuk memutuskan hubungan dengan keluarga dan hidup di jalanan.
Anak jalanan senantiasa menjadi objek kekerasan. Di Medan, selama 6 bulan terakhir saja menurut catatan LAAI (Lembaga Advokasi Anak Indonesia) terdapat lebih dari 40 oknum petugas keamanan atau preman. Separuh diantara mereka disiksa entah dengan di siram air panas, dilempari batu, disundut rokok, disilet maupun dipukuli. Banyak pula yang mengalami pelecehan seksual seperti dipaksa bersenggama atau disodomi. Peristiwa sejenis dialami oleh anak-anak jalanan di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Di sebelah belahan kota Bandung, seorang anak dipukuli oleh oknum pihak kepolisian karena keluarga anak itu, yang hendak diminati uang tebusan (pelepasan kakak kandungnya) tidak ditemukan oleh pihak kepolisian. Pada bulan Januari 1995, lebih dari 10 anak jalanan, pedagang asongan ditangkapi ketika sedang menjual surat kabar dan minuman botol di salah satu stasiun kereta api. Salah satu dari mereka disiksa dan dipaksa membersihkan lantai stasiun dengan lidahnya.” Saya dipaksa berbaring, aparat keamanan kemudian membawa setrika listrik. Ketika setrika itu digosokkan pada kulit, saya menangis karena sakit sekali. Kulit saya melepuh. Saya kemudian dipaksa menjilati lantai stasiun. Ketika saya menolak, salah satu dari mereka menampar saya. Rasanya sakit sekali…..”
Hingga sekarang anak-anak pedagang asongan mengalami kesulitan menawarkan atau menjajakan barang dagangannya yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup mereka. Untuk berdagang pun mereka harus main kucing-kucingan dengan petugas keamanan. Yang selalu digunakan sebagai alasan pembenar oleh petugas adalah Perda program kebersihan kota. Sumbernya adalah kebijakan pembangunan perkotaan (seperti tercermin pada piala Adipura) yang justru menyingkirkan anak-anak jalanan.

2.5 Keberadaan Anak Jalanan yang Menjadi Masalah
 Sejak krisis tahun 1998, kegiatan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, mulai di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall. Kini, sosok anak-anak di indonesia tampil dalam kehidupan yang kian tak menggembirakan. Kondisi anak-anak yang kian terpuruk sudah bisa diliihat dari tampilan fisiknya saja.
Banyak kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh anak-anak Jalanan. Kasus-kasus kekerasan (fisik, psikologis, maupun seksual) yang dialami oleh anak jalanan hingga terungkap ke publik hanyalah sebuah fenomena “gunung es” dari kasus-kasus kekerasan yang sebenarnya sering terjadi di dalam kehidupan anak-anak jalanan. Oleh karena itu, tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka. Di dalam situasi kekerasan yang dihadapi secara terus-menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka.
Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan. Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting. Sebenarnya  anak-anak jalanan hanyalah korban dari konflik keluarga, komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang tidak becus mengurus rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak jalanan perlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap anak jalanan.
2.6 Solusi untuk Mengatasi Maraknya Anak Jalanan di Perkotaan
Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 secara tegas menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, juga telah diberlakukan Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak serta ikut menandatangani Konvensi Hak-Hak Anak pada bulan September 1990, akan tetapi masalah anak jalanan masih menjadi masalah yang krusial, oleh karena keberadaannya makin hari makin meningkat. Namun dengan demikian hingga saat ini tidak satu pun pemerintah kota yang mempunyai kebijakan yang eksplisit untuk penanganan masalah anak jalanan. Bentuk penanganan yang lebih banyak dilakukan oleh pihak pemerintah adalah bentuk penanganan panti.
Umumnya sikap masyarakat terhadap anak jalanan mencerminkan anggapan bahwa mereka tidak dapat ditolong lagi atau mereka disingkirkan lalu di bina di panti-panti asuhan yang penanganan pendidikannya masih dianggap konvensional. Penanganan seperti ini justru membuat anak menjadi tidak kerasan, banyak yang kabur dari panti penitipan karena anak-anak tersebut sudah lekat dengan budaya jalanan, atau dengan cara menyingkirkan mereka karena dianggap mengotori kota.
Kita perlu mencari jalan keluarnya untuk menangani anak jalanan yang sering kali diperlakukan tidak manusiawi dari oknum-oknum. Peristiwa tragis bagi anak jalanan tersebut menambah tekanan beban mental dan kejiwaannya. Perlu ditinjau kembali, difikirkan dan dievaluasi bahwa pengertian pembinaan itu tidak cukup satu hari, satu minggu, atau satu tahun, bahwa pembinaan tidak cukup dengan hanya memberikan sesuatu yang bersifat materi. Pembinaan perlu berdasar dari akar permasalahannya, serta penanganan yang kontiniu dan konsisten.
Akar permasalahan tersebut dapat dilihat dari latar belakang dan status sosial anak jalanan yang pada umumnya berasal dari kelas ekonomi lemah. Dan dilingkungannya sendiri terdapat penindasan sehingga mereka tidak dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Oleh karena itu, program jangka panjang terhadap anak jalanan tidak dapat dilepaskan dari upaya mengatasi masalah kemiskinan yang melingkupi kehidupan anak jalanan.
Terdapat beberapa alternatif yang anak jalanan perlukan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Beberapa diantaranya yaitu :
1.      Pendampingan
Karena perlakuan keluarga maupun lingkungan menyebabkan anak jalanan terkadang merasa bahwa mereka adalah anak yang tersingkirkan dan tidak dikasihi, olehnya kita dapat memulihkan percaya diri mereka. “Uang” kita dapat dialihkan dengan waktu yang kita berikan untuk mendampingi mereka. Dengan sikap “Penerimaan kita” tersebut dapat mengatasi “luka masa lalu” mereka.
2.      Bantuan Pendidikan melalui Rumah Singgah
Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang lainnya, mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa anak-anak seperti itu otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Pada perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia dini. Kita telah benar-benar melupakan hak anak-anak untuk bermain, bersekolah, dan hidup sebagaimana lazimnya anak-anak lainnya. Mereka dipaksa orang tua untuk merasakan getirnya kehidupan. Mereka tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.Pasal 9 ayat (1) UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dijalankan. Pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa lauk,menjadi kering hambar, tak menarik. Pendidikan pada hakekatnya bertujuan membentuk karakter anak menjadi anak yang baik. Khusus untuk anak jalanan pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah rumah singgah. Rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut .rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses non formal yang memberikan suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma di masyarakat. Tujuan dibentuknya rumah singgah adalah resosialisasi yaitu membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan  memberikan pendidikan dini untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain : 1. Sebagai tempat perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya. 2 Rehabilitasi, yaitu mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak. 3 Sebagai akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dll. Lokasi rumah singgah harus berada ditengah-tengah masyarakat agar memudahkan proses pendidikan dini, penanaman norma dan resosialisasi bagi anak jalanan.
3.      Bantuan Kesehatan
Dengan latar belakang pendidikan yang rendah serta lingkungan yang tidak sehat mengakibatkan mereka rentan dengan sakit penyakit. Pada kondisi sekarang mereka bukanlah tidak memiliki uang untuk berobat namun kesadaran akan mahalnya kesehatan sangat rendah dalam lingkungan mereka. Uang kita dapat kita rubah menjadi penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan untuk awareness, subsidi obat- obatan serta subsidi perawatan kesehatan.
4.      Penyediaan Lapangan Pekerjaan
Sebagai contoh yang baik, Carrefour melakukan terobosan yang sangat bagus dengan menerima 4 anak jalanan yang cukup umur untuk bekerja di perusahaannya. Langkah ini merupakan salah satu obat mujarab terhadap penyakit masyarakat yang menjangkit bahkan telah mulai membusuk dalam bangsa ini. Bayangkan jika terdapat “Carrefour” yang lainnya dapat membuka kesempatan tersebut, mungkin jalanan akan sepi dengan anak anak jalanan karena orang tua mereka telah mulai bekerja. Profile keluarga dikembalikan seperti semula, orang tua menjadi penopang keluarga
5.      Bantuan Pangan 
      Dengan tingginya harga sembako membuat rakyat marginal tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan “Uang” dapat kita konversi dengan bantuan pangan dengan mengadakan Bazaar sembako murah, kembali kita tidak boleh memberikan kepada mereka secara gratis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar